Masih ingatkah Anda dengan musim penjualan tanaman Anthurium dengan harga menjulang selangit? Ya, saat itu pesona Anthurium menghipnotis banyak pihak dengan berbagai macam keindahan bentuk daun yang memiliki tulang yang kekar namun tetap terlihat anggun. Anthurium memiliki sekitar 1.000 jenis, terbagi menjadi anthurium daun dan anthurium bunga, dengan nama Jenmanii, Gelombang Cinta, Hookeri, dan lain sebagainya. Banyak orang rela membeli ataupun berinvestasi pada tanaman tersebut karena tergiur dengan harga penjualan yang fantastis.
Begitu juga dengan fenomena ikan Lou Han yang bernama inggris Flowerhorn. Ikan ini merupakan ikan hias terkenal yang dipelihara di akuarium karena warna sisiknya yang hidup serta benjolan kepala berbentuk khas yang dijuluki sebagai “benjolan kelam.” Ketika fenomena ikan Lou Han ini muncul, orang pun rela untuk membeli ikan tersebut dengan nilai yang fantastis. Semakin unik corak yang ada pada sisik ikan dan semakin tinggi “benjolan kelam” yang muncul maka akan semakin tinggi nilai ikan tersebut.
Fenomena serupa pun kembali terjadi di Indonesia. Gem Stone atau sering dikenal dengan istilah batu akik menjadi naik daun saat ini. Dimana-mana terlihat para lelaki, baik muda maupun tua, menggunakan cincin batu akik. Ada yang berukuran kecil, sedang, ada pula yang berukuran besar menutupi hampir setengah dari jari mereka. Tidak hanya laki-laki yang menggemarinya saat ini, para wanita pun menyukai batu akik dengan bentuk berbeda, dijadikan liontin kalung ataupun hiasan untuk bros mereka.
Namun apakah benar gem stone adalah sebuah fenomena yang sama dengan fenomena anthurium dan ikan Lou Han? Coba kita tengok jari kakek, aki, opung ataupun para tetua kita di tanah leluhur, adakah di jari mereka cincin-cincin berukuran sedang dan cenderung besar yang berhiaskan batu-batu indah berwarna-warni? Berapa jumlah cincin yang bertengger manis di jari mereka?
Hal ini menandakan bahwa gem stone ini sesungguhnya telah muncul sejak zaman kakek-kakek kita terdahulu. Bahkan batu akik tersebut lebih sering dikenal sebagai batu keramat yang sering dipakai oleh para dukun. Tetapi bagaimana dengan paradigma gem stone saat ini?
Hampir semua lapisan masyarakat menggemarinya, mulai dari anak muda hingga orang dewasa. Hal ini dikarenakan adanya momentum yang muncul kurang lebih satu tahun yang lalu ketika publik mulai menyadari bahwa mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggunakan batu akik berjenis Bacan Doko dan Mata Kucing. Tidak hanya SBY saja yang menikmati indahnya batu tersebut, Presiden Barack Obama pun ternyata merupakan salah satu pencinta batu mulia.
Semakin bertambahnya pecinta batu tersebut, pada akhirnya memunculkan sebuah peluang bisnis jual-beli batu akik. Saat ini semakin banyak bermunculan para penjual batu akik yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Mulai dari penjual batu akik bermodal besar hingga para penjual batu akik kecil-kecilan bertebaran di beberapa sudut kota dan pasar menggelar dagangan mereka. Tak hanya berjualan toko off-line (pedagang yang membuka lapak), pedagang online pun bermunculan.
Namun pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah para penjual tersebut memiliki pengetahuan khusus sebagai penjual batu akik? Apakah diperlukan kompetensi khusus jika tertarik menjadi penjual batu akik? Sebelum pertanyaan itu terjawab, mari kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan kompetensi.
Kompetensi adalah karakteristik perilaku yang menggambarkan motif, konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang ditunjukkan oleh pekerja yang unggul ke dalam pekerjaannya. Motif, konsep diri dan nilai-nilai individu membentuk sikap individu tersebut. Secara praktis, kompetensi adalah kemampuan individu untuk melakukan pekerjaannya dengan hasil yang unggul (Aprinto dan Arisandy, 2013). Terdapat dua jenis kompetensi, yakni:
- Hard competency, yaitu kompetensi yang berkaitan dengan pengetahuan dan keahlian teknis suatu pekerjaan, misalnya analisis laporan keuangan dan perakitan mesin mobil.
- Soft competency, yaitu jenis kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan untuk membangun hubungan dengan orang lain dan mengelola pekerjaan, misalnya komunikasi dan kepemimpinan kelompok.
Definisi tersebut mengatakan bahwa ketika seseorang melakukan sebuah pekerjaan, dibutuhkan sebuah kemampuan yang dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan baik.
Seseorang yang ingin berjualan barang/jasa ternyata memerlukan kompetensi tertentu. Hal ini pun berlaku pada orang-orang yang tertarik untuk menjadi penjual batu akik. Jenis kompetensi apakah yang dibutuhkan? Jawabannya adalah kombinasi dari kedua jenis kompetensi, hard dan soft competency.
Sebagai seorang penjual batu akik dibutuhkan adanya pengetahuan dan keahlian teknis terkait dengan batu akik. Apa saja jenis batu akik yang ada, siapa saja yang menggunakan batu akik, kapan kondisi batu akik bernilai jual tinggi, dimana bisa ditemukan bahan baku dari batu akik, bagaimana cara membentuk batu akik sehingga bernilai tinggi? Seluruh pertanyaan tersebut dapat terjawab apabila seorang penjual batu akik memiliki berbagai pengetahuan mengenai batu akik sekaligus keterampilan untuk membuat bongkahan batu mentah menjadi batu akik yang indah. Kemampuan ini digolongkan sebagai hard competency yang diperlukan oleh seorang penjual batu akik.
Setelah penjual batu akik menguasai pengetahuan dan keahlian teknis terkait perbatuan, maka pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana penjual tersebut mampu menyampaikan informasi batu akik yang dimilikinya kepada para calon pembeli. Apabila pengetahuan yang dimiliki oleh penjual batu akik tidak dapat disampaikan dengan apik kepada calon pembeli, maka batu akik yang dimilikinya belum tentu dapat terjual sebagus apa pun batu tersebut. Hal inilah yang menunjukkan bahwa penjual batu akik pun memerlukan soft competency.
Dari obrolan singkat saya dengan saudara dan rekan kerja yang menggemari batu akik, muncullah beberapa fakta unik yang menunjukkan bahwa menjual batu akik memang membutuhkan kemampuan komunikasi yang tinggi. Disadari ataupun tidak.
Sebagai contoh, ketika saudara saya pergi ke salah satu pusat penjualan batu akik, ada seorang penjual menawarkan batu akik kepada calon pembeli yang memang mampir di gerainya. Tidak berapa jauh dari gerainya, terdapat calon pembeli yang mampir ke gerai lain untuk melihat-lihat batu akik yang ditawarkan. Usut punya usut ternyata yang menjadi incaran utama dari sang penjual batu akik tersebut bukanlah calon pembeli yang mampir di gerainya, namun calon pembeli yang berada tak jauh dari gerainya.
Memang, tidak berapa lama setelah sang penjual tersebut menjelaskan hal-hal terkait dengan batu akik kepada calon pembeli yang mampir di gerainya, calon pembeli yang dia incar pun mendekat dan menjadi tertarik dengan batu akik yang telah dijelaskan kepada calon pembeli sebelumnya.
Keunikan lain yang saya dapatkan dari obrolan singkat lainnya adalah fakta bahwa jual-beli batu akik ternyata tidak hanya ditentukan dari keindahan dari batu akik yang ditawarkan, tetapi dibutuhkan adanya chemistry dari pembeli terhadap batu akik yang ingin dibelinya. Inilah salah satu kondisi diujinya kemampuan komunikasi penjual terhadap pembeli.
Sebagai penjual yang memang berkompeten untuk menjual batu akik, sebisa mungkin harus mencoba untuk menjelaskan dan menarik hati pembeli tersebut. Jika memang penjual tersebut berhasil menjual batu akik selain dari batu yang memang dirasa ber-chemistry dengan sang pembeli maka memang penjual batu akik tersebut memiliki kompetensi yang tinggi sebagai seorang penjual batu akik.
Beberapa cerita singkat di atas hanya segelintir dari kisah unik yang terjadi pada fenomena batu akik di Indonesia akhir-akhir ini. Saya meyakini masih banyak cerita unik lainnya yang menarik untuk diketahui. Namun yang pasti, apa pun pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang dimana pun dia berada, pasti akan membutuhkan kemampuan-kemampuan tertentu untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Kemampuan tersebut dikenal dengan istilah kompetensi.
Tertarik untuk menjadi salah satu pecinta atau penjual batu akik?
Sumber:
ppm-manajemen.ac.id/fenomena-penjualan-batu-akik-dari-kompetensi-hingga-chemistry/
0 Komentar